Otoritas Cina di wilayah Xinjiang mengatakan pada Selasa (27/8/2013) bahwa mereka telah menembak mati 22 warga Uighur atas tuduhan “terorisme” pekan lalu, jumlah ini meningkat setelah sebelumnya dilaporkan 15 orang.
Mereka semua ditembak mati pada 20 Agustus di tepi sebuah daerah gurun di kota Yilkiqi di daerah Kargilik (Yecheng dalam bahasa Cina), Xinjiang, sebagaimana dilansir Radio Free Asia (FRA).
Dalam salah satu tindakan kekerasan terhadap masyarakat minoritas Muslim di Xinjiang ini, selain menembak mati 22 Muslim, polisi Cina juga menangkap empat warga Uighur lainnya dalam penggerebekan terhadap sebuah rumah.
Polisi Cina menuduh mereka terlibat dalam kegiatan “teroris” dan kegiatan keagamaan “ilegal,” sebagaimana disebutkan sumber kepolisian, dikutip RFA.
Mereka adalah di antara lebih dari 20 warga Uighur yang diserbu dan ditembaki oleh polisi dalam sebuah penggerebekan pada pekan lalu di kota tersebut karena dituduh terlibat “terorisme.”
“Kami melakukan operasi anti-teror pada 20 Agustus, dengan sukses dan sepenuhnya menghancurkan para teroris itu,” kata kepala polisi kota Yilkiqi Batur Osman kepada RFA cabang Uighur. Osman menolak untuk memberitahu jumlah mereka.
Penembakan ini terjadi setelah kekerasan terhadap Muslim di seluruh Xinjiang meningkat pada bulan-bulan terakhir yang mana ratusan Muslim Uighur ditangkap dan di bawa ke tahanan untuk diinterogasi oleh pihak berwenang.
“Dua hari setelah insiden itu, pemerintah kota memberitahu kami dalam sebuah pertemuan bahwa 22 orang telah meninggal dunia dan empat lainnya ditangkap,” ujar Mahmut Han, kepala Asosiasi Islam Kota Yilkiqi, kepada RFA cabang Uighur.
Menurut laporan para pejabat, kata Han, penembakan diperintahkan setelah polisi, didukung oleh helikopter, diam-diam mengintai “kegiatan mencurigakan” selama sekitar satu minggu di sekitar rumah itu di mana orang-orang Uighur itu diyakini tinggal.
Wakil ketua kota Yilkiqi, Alim Hamid, mengatakan bahwa dia tengah berada di tempat kejadian, dia mengatakan “22 jasad dalam kantong hitam dibawa oleh polisi ke tempat yang tidak diketahui.”
“Polisi memberitahu kami bahwa mereka yang tewas adalah para teroris,” katanya kepada RFA. “Tetapi mereka (polisi) tidak menspesifikasikan kesalahan apa yang telah mereka perbuat.”
Cepat-cepat dikuburkan
Sumber-sumber yang dikutip RFA mengatakan 22 orang itu diyakini dikuburkan segera tanpa mengungkapkan identitas mereka dan memberitahu keluarga mereka.
“Saya mendengar bahwa jasad-jasad itu dibawa dan dikuburkan bersama-sama di sebuah puncak bukit di sebuah daerah perkotaan terdekat,” kata seorang warga Yilkiqi kepada RFA, dalam kondisi anonimitas.
Dia menyebutkan kabar yang dia dapatkan dari seseorang yang memberitahunya bahwa polisi membunuh 22 orang itu ketika mereka sedang melaksanakan shalat. Polisi juga mengklaim enam pisau dan kapak ditemukan dari tempat kejadian.
“Ketika mereka sedang berkumpul untuk shalat, polisi menyerbu mereka dan menembaki mereka,” kata penduduk itu.
Dia juga mengatakan bahwa dia biasa lewat di rumah di tempat 22 orang itu ditembak mati ketika ia hendak pergi bekerja.
Dia yakin bahwa pemilik rumah itu mungkin termasuk salah satu di antara mereka yang ditembak mati dan bahwa yang lainnya telah bekerja padanya di peternakan terdekat.
“Mereka bekerja di siang hari dan shalat di malam hari di rumah,” kata penduduk itu.
Kecaman
Otoritas Cina biasanya menyalahkan kekerasan yang terjadi di Xinjiang, di wilayah minoritas Uighur berada, karena “para teroris.”
Tetapi para pakar dan kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa Beijing melebih-lebihkan adanya ancaman “terorisme” untuk mengambil kebijakan keras yang menyebabkan kerusuhan atau ketidakadilan otoritas yang membenarkan penggunaan kekuatan terhadap warga Uighur.
Kongres Uighur Dunia (WUC) yang berbasis di Munich, mengecam pembunuhan di Yilkiqi itu, mengatakan “otoritas berniat membunuh mereka yang ada dari pada membiarkan mereka untuk berdiri di hadapan pengadilan untuk membela diri mereka sendiri terhadap tuduhan-tuduhan ini yang hanya sedikit yang telah diungkapkan.”